DAMPAK YURIDIS TERHADAP KONSUMEN ATAS BUY BACK GUARANTEE YANG DILAKSANAKAN OLEH BANK KEPADA PENGEMBANG ATAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) YANG MACET. (STUDI KASUS PT PREMIER QUALITAS INDONESIA DENGAN PT BANK PERMATA TBK)

Secara singkat hubungan para pihak dalam transaksi pengadaan rumah melalui kredit pemilikan rumah (KPR). Dalam kredit pemilikan rumah biasanya para pihak yang terlibat adalah konsumen sebagai pembeli/debitur, pengembang sebagai penjual, serta bank sebagai kreditur. Secara singkat hubungan para pihak diatas dalam transaksi pengadaan rumah melalui kredit pemilikan rumah (KPR) adalah konsumen sebagai pembeli, membeli rumah dengan pengembang (penjual) dengan cara membayar uang muka (sebagian dari total harga rumah ) sebesar 30% dari harga jual rumah secara keseluruhan, sedangkan sisa 70% konsumen meminjam/kredit melalui bank, oleh bank pinjaman/kredit konsumen tersebut kemudian disalurkan/dicairkan kepada pengembang sebagai pelunasan pembelian rumah. Kredit pengembang dengan cara kredit melalui bank jumlahnya relatif cukup besar. Mengantisipasi hal tersebut antara pengembang dan bank biasanya dalam praktek membuat perjanjian kerjasama pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah. Dalam pembuatan perjanjian kerjasama pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah tersebut, pengaturan klausul jaminan membeli kembali (Buy Back Guarantee) merupakan hal yang paling utama atau pokok. Implementasi Buy Back Guarantee sering menimbulkan permasalahan antara pengembang dengan bank dan antara pengembang/bank dengan konsumen/debitur disebabkan kurang jelasnya atau rincinya pengaturan Buy Back Guarantee dalam perjanjian, sehingga masing-masing pihak menafsirkan sendiri-sendiri (multi tafsir) keinginannya agar tidak dirugikan. Dalam kenyataannya tidak semua kredit yang telah diberikan dapat berjalan lancar, sebagian ada menuju kemacetan. Pada kondisi kredit macet inilah penafsiran yang berbeda terjadi antara bank dengan pengembang dalam menentukan mekanisme pembayaran Buy Back Guarantee. Dalam Buy Back Guarantee, para pihak yang memperjanjikan untuk membeli kembali rumah adalah antara pengembang dengan bank (kreditur), bukan antara pengembang dengan konsumen. Bahkan perjanjian Buy Back Guarantee dibuat tanpa sepengetahuan konsumen. Pola pembayaran inilah yang merupakan kendala utama dalam penyelesaian Buy Back Guarantee, artinya setelah dilakukan Buy Back oleh pengembang kepada bank/kreditur, konsumen/debitur tidak mendapatkan apa-apa, jika harga jual rumah mengalami kenaikan akibat renovasi atau apresiasi value. Untuk membahas lebih lanjut pelaksanaan Buy Back Guarantee dan dampaknya kepada konsumen

1.  UEU-Undergraduate-2596-cover.pdf - 2471 KB
2.  UEU-Undergraduate-2596-abstrak.pdf - 24 KB
3.  UEU-Undergraduate-2596-pernyataan.pdf - 3067 KB
4.  UEU-Undergraduate-2596-persetujuan.pdf - 3030 KB
5.  UEU-Undergraduate-2596-pengesahan.pdf - 3621 KB
6.  UEU-Undergraduate-2596-kata pengantar.pdf - 8084 KB
7.  UEU-Undergraduate-2596-daftar isi.pdf - 44 KB
8.  UEU-Undergraduate-2596-daftar pustaka.pdf - 73 KB
9.  UEU-Undergraduate-2596-bab1.pdf - 525 KB

• TINJAUAN PERJANJIAN BUY BACK GUARANTEE ANTARA PENGEMBANG PT. BUMI SERPONG DAMAI TBK DAN TERGUGAT YOVANNA GENIAL DAN PT. BANK CENTRAL ASIA TBK (STUDI KASUS : PUTUSAN NOMOR 669/PDT.G/2018/PN TNG)