AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KAWIN YANG DILAKSANAKAN SETELAH PERKAWINAN (STUDI KASUS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI JAKTIM NO.1327/PDT.P/2012 PN.JKT.TIM)

Pada dasarnya harta yang didapat selama perkawinan menjadi satu, menjadi harta bersama. Di dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa �harta benda yang diperoleh selam perkawinan menjadi harta bersama�. Lebih lanjut dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa �harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah, atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak menentukan lain. Harta persatuan ini menjadi kekayaan bersama dan apabila terjadi perceraian, maka harta kekayaan bersama itu harus dibagi dua, sehingga masing-masing mendapat separuh, sedangkan untuk harta bawaan menjadi hak sepenuhnya dari masing-masing. Guna memisahkan harta kekayaan atau melakukan pencampuran laba-rugi atau pencampuran penghasilan, maka seseorang yang hendak kawin dapat melakukan perjanjian kawin (huwejlijke voowaarden). Perjanjian Perkawinan adalah suatu bentuk perjanjian yang merupakan tindakan preventif atau pencegahan, dimana perjanjian perkawinan ini dibuat pada umumnya adalah untuk mengantisipasi terjadinya konflik sebelum melakukan perkawinan. Dengan adanya perjanjian perkawinan, hubungan suami isteri akan terasa aman, karena jika suatu saat hubungan suami istri ini �retak� bahkan berujung pada perceraian, maka ada sesuatu yang dapat dijadikan pegangan. Skripsi ini akan membahas tentang Bagaimana akibat hukum terhadap perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan berlangsung (studi kasus penetapan pengadilan negeri Jakarta Timur nomor 1327/PDT.P/2012 PN.JKT.TIM) dan upaya hukum apa yang bias dilakukan untuk ? Adapun metode peneilitian yang digunakan adalah penelitian normatif dan teknik pengumpulan data sekunder yang diperoleh dengan menelusuri dan menganalisis peraturan, membaca dan membuat rangkuman dari buku acuan. Kesimpulan dari pembahasan tersebut adalah pertama,yang dimaksud dengan perjanjian kawin di dalam ketentuan Undangundang No.1 tahun 1974 Pasal 29, perjanjian kawin sah bila dilakukan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan oleh kedua belah pihak dan atas persetujuan bersama serta disahkan oleh pencatatan perkawinan, isi dari perjanjian kawin tersebut tidak boleh melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. Selama perkawinan, perjanjian kawin dapat dibuat oleh kedua belah pihak yang telah sepakat, pengertian dapat dibuat dalam hal ini adalah membuat atau mengaddendum perjanjian kawin yang telah dibuat oleh para pihak sebelum perkawinan dilangsungkan.

1.  UEU-Undergraduate-911-cover.pdf - 99 KB
2.  UEU-Undergraduate-911-pernyataan.pdf - 2743 KB
3.  UEU-Undergraduate-911-persetujuan.pdf - 2658 KB
4.  UEU-Undergraduate-911-pengesahan.pdf - 2875 KB
5.  UEU-Undergraduate-911-kata pengantar.pdf - 99 KB
6.  UEU-Undergraduate-911-daftar isi.pdf - 99 KB
7.  UEU-Undergraduate-911-abstrak.pdf - 99 KB
8.  UEU-Undergraduate-911-DAFTAR PUSTAKA.pdf - 12 KB
9.  UEU-Undergraduate-911-bab 1.pdf - 64 KB

• AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KAWIN YANG DILAKSANAKAN SETELAH PERKAWINAN (STUDI KASUS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI JAKTIM NO.1327/PDT.P/2012 PN.JKT.TIM)