PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP SEORANG PENDERITA BIPOLAR YANG MENGGUNAKAN OBAT NARKOTIKA DAN PISKOTROPIKA ( STUDI KASUS NOMOR : 1215/PID.SUS./2012/PN.TNG )

Saksi dalam peradilan pidana menempati posisi kunci, sebagaimana terlihat dalam penempatannya dalam pasal 184 KUHAP. Tentu dampaknya sangat terasa bila dalam satu perkara tidak ada saksi. Posisi saksi yang demikian penting ini nampaknya sangat jauh dari perhatian masyrakat maupun penegak hukum. Teryata sikap ini memang sejalan dengan sikap pembentuk Undang-Undang, yang tidak secara khusus memberikan perlindungan hukum kepada saksi dan korban berupa pemberian sejumlah hak, seperti yang dimilikioleh tersangka/terdakwa. Perlindungan terhadap saksi dan korban semakin dianggap penting tatkala kasus yang dihadapi oleh saksi dan korban adalah kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terkait dengan pejabat-pejabat pemerintahan serta orang-orang terpandang dimasyarakat. Tidak jarang saksi dan korban mendapat ancaman, intimidasi bahkan tindak kekerasan dari orang-orang yang diajukan sebagai tersangka/terdakwa kepengadilan dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat ini. Berdasarkan fenomena diatas, maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah, Apakah ketentuan peraturan perundangan-undangan di Indonesia telah cukup mengatur dan menanganimasalah perlindungan terhadap saksi dan korban dalam perkara pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat? Bagaimanakah mekanisme perlindungan saksi dan korban yang baik agar saksi dan korban terlindungi dalam proses peradilan kasus-kasus dan kejahatan terhadap hak asasi manusia yang berat! Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analisis, guna memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai norma-norma hukum serta asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan hukum yang berlaku, dengan pendekatan yuridis dan normatif, yaitu dititikberatkan pada studi dokumen dalam penelitian kepustakaan untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa ahan-ahan hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Hasil dari penelitian yang dapat penulis simpulkan adalah ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia belum cukup untuk mengatur dan menangani masalah perlindungan terhadap saksi dan korban dalam perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia belum memberikan efek yang cukup positif bagi upaya perlindungan saksi dan korban terutama terhadap saksi dan korban dalam kasus pelanggaran HAM berat. Masih terdapat hak-hak saksi dan korban yang belum masuk dalam pengaturan dan akan berakibat pada tidak terlaksananya jaminan perlindungan kepada saksi dan korban seperti yang telah diatur oleh undang-undang sebelumnya. Mekanisme internasional yang seharusnya bisa digunakan untuk menjamin perlindungan terhadap saksi dan korban tidak pernah digunakan oleh majelis hakim. Hak-hak yang merupakan bagian dari pemulihan terhadap korban yaitu nmengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sampai saat ini tidak dapat dilaksanakan padahal jelas dinyatakan bahwa ada pelanggaran HAM berat terhadap mereka dan para pelakunya sebagian telah dijatuhi pidana.

1.  UEU-Undergraduate-2983-ABSTRAK.pdf - 11 KB
2.  UEU-Undergraduate-2983-COVER.pdf - 18 KB
3.  UEU-Undergraduate-2983-DAFTAR ISI.pdf - 12 KB
4.  UEU-Undergraduate-2983-DAFTAR PUSTAKA.pdf - 12 KB
5.  UEU-Undergraduate-2983-KATA PENGANTAR.pdf - 10 KB
6.  UEU-Undergraduate-2983-LEMBAR PENGESAHAN.pdf - 1096 KB
7.  UEU-Undergraduate-2983-LEMBAR PERSETUJUAN.pdf - 1107 KB
8.  UEU-Undergraduate-2983-SURAT PERNYATAAN.pdf - 93 KB