PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERKARA KONEKSITAS (STUDI PUTUSAN PENGADILAN MILITER TINGGGI II NO. 12-K/PMT-II/AD/V/2012)

Pengaturan mengenai masalah koneksitas ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), walau sudah ada pengkhususan pengadilan bagi pelaku tindak pidana terhadap golongan sipil maupun militer tetap berlaku ketentuan koneksitas yaitu dalam hal terjadi tindak pidana yang pelakunya kalangan militer bersama-sama dengan kalangan sipil dalam rangka penegakan hukum peradilan. Pada kenyataannya dalam hal menjunjung tinggi hukum khususnya hukum pidana terdapat dua golongan pelaku tindak pidana yaitu golongan sipil dan golongan militer. Bagi golongan sipil berlaku dalam hal melakukan tindak pidana proses penegakan hukumnya akan berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan bagi golongan militer akan berlaku Undang-Undang Hukum Acara Pidana Militer (HAPMIL). Kasus yang menjadi objek penulisan ini adalah pemalsuan dokumen kendaraan bermotor yang dilakukan oleh Mayor. Arm. Sudiyono. Karena tindak pidana tersebut pelaku di tangkap lalu di jatuhi hukuman 3 (tiga) bulan penjara. Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: (1) bagaimana prosedur penetapan pengadilan yang berwenang menangani perkara koneksitas ?; (2) bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku dalam putusan No. 12-K/PMT-II/AD/V/2012 ?. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji dan meneliti kaidah-kaidah hukum yang ada di dalam kedudukannya sebagai hal yang otonom (menggunakan pendekatan-pendekatan normatif) dan deskriptif yaitu penulisan yang bersifat menggambarkan suatu fenomena tertentu. Pada dasarnya seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana, apakah ia dapat dimintai pertanggungjawaban atau tidak. Sedangkan untuk menilai bagaimana keadaan tentang terjadinya suatu tindak pidana haruslah diketahui adanya kesalahan dari si pelaku. Untuk dapat menentukan adanya kesalahan seseorang harus memenuhi beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut ialah: (1) adanya kemampuan bertanggung jawab si pelaku; (2) hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) ini disebut bentuk-bentuk kesalahan; (3) tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. dengan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh kalangan sipil dan militer baik dalam subyek maupun tindak pidana yang menyebabkan terjadinya konflik yurisdiksi (tumpang tindih kewenangan mengadili) sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Dengan kata lain pengenaan suatu perkara yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang tunduk pada yurisdiksi peradilan umum dan yurisdiksi peradilan militer seharusnya diperiksa dan diadili sekaligus di dalam suatu lingkungan peradilan saja.

1.  UEU-Undergraduate-5379-cover.pdf - 21 KB
2.  UEU-Undergraduate-5379-persetujuan.pdf - 2596 KB
3.  UEU-Undergraduate-5379-pernyataan.pdf - 30 KB
4.  UEU-Undergraduate-5379-pengesahan.pdf - 3138 KB
5.  UEU-Undergraduate-5379-abstrak.pdf - 40 KB
6.  UEU-Undergraduate-5379-kata pengantar.pdf - 41 KB
7.  UEU-Undergraduate-5379-daftar isi.pdf - 38 KB
8.  UEU-Undergraduate-5379-daftar pustaka.pdf - 14 KB
9.  UEU-Undergraduate-5379-lampiran.pdf - 410 KB