Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini tercantum jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3. Maka, karena Indonesia adalah negara hukum, seluruh penegak hukum harus wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya. Seperangkat norma yang melindungi hak-hak asasi manusia tercantum pula dalam Konstitusi, lebih spesifik pada Pasal 28D dan 28I, yang intinya adalah hak untuk mendapatkan kepastian hukum, perlakuan sama dihadapan hukum, tidak disiksa, jaminan, perlindungan, kemerdekaan pikiran, dan hati nurani. Norma ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia, termasuk tersangka dalam proses peradilan pidana. Jelas apabila tersangka disiska oleh penyidik kepolisian dan tidak mendapat penasihat hukum dalam proses pemeriksaannya, ini sudah sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk itulah, dalam struktur penegak hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia, terdapat DIVPROPAM (Divisi Profesi dan Pengawasan) Kepolisian Republik Indonesia yang menjalankan tugas untuk mengawasi penyidik yang dalam proses pemeriksaan menggunakan kekerasan terhadap tersangkanya. Namun, dalam seperjalannya, DIVPROPAM hanya akan melakukan pengawasan, apabila adanya pengaduan dari masyarakat tentang oknum penyidik yang melakukan kekerasan dalam pemeriksaan, tidak melakukan penyelidikan secara internal dalam struktur kepolisian. KUHAP sebagai landasan utama sistem peradilan pidana, dianggap sudah ketinggalan jaman (out of date) dan tidak lagi dapat menjamin hak-hak asasi manusia, terutama tersangka. Undang-Undang Dasar 1945, sangat jelas menjamin hak asasi manusia. Maka dari itu, Undang-Undang Organik (Undang-Undang yang diperintahkan UUD 1945) yang dalam hal ini KUHAP, harus dilakukan reformasi secara cepat dan tepat dalam menanggulangi kekerasan yang dilakukan oknum penyidik kepolisian. Kedepannya, KUHAP harus mengatur secara tegas mengenai hak-hak tersangka agar tidak dapat disiksa walaupun ia bersalah sekalipun.