PENYELESAIAN EKSEKUSI MARHUN (BARANG JAMINAN) YANG TELAH JATUH TEMPO DI PEGADAIAN SYARIAH

Gadai merupakan suatu hak, yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang. Dan Pegadaian merupakan �trademark� dari lembaga keuangan milik pemerintah yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip gadai. Terbitnya PP no.10 tahun 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, yang menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP no. 103 tahun 2000 tentang Perum Pegadaian yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah dimana pada intinya Gadai (rahn) merupakan produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Syariah, dimana nasabah hanya akan dibebani biaya administrasi dan biaya jasa simpan dan biaya pemeliharaan barang jaminan (ijarah). Pegadaian Syariah menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan menentramkan. Seterusnya, bukan tidak mungkin bahwa segala sesuatu yang bersifat konvensional yang ternyata banyak menyimpan persoalan dapat dijawab dengan menerapkan prinsip-prinsip Syariah. Bunga bukanlah satu-satunya jalan yang tepat untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi dengan memberdayakan akad-akad Syariah pendapatan atau laba pun dapat diperoleh dan tentunya hasil yang didapatkan pun bersih dan halal. Permasalahan tersebut diatas menarik penulis untuk meneliti bagaimana penyelesaian eksekusi marhun (Barang Jaminan) yang telah jatuh tempo di pegadaian syariah dan bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap proses lelang marhun (Barang Jaminan) di Perum Pegadaian Syariah yang dituangkan dalam bentuk penelitian skripsi ini. Dengan mengunakan metode penelitian deskriptif, penelitian ini menjadikan Pegadaian Syariah sebagai objeknya yang membutuhkan data interview atau wawancara dan data-data yang berkaitan. Hasil penelitian dari wawancara tersebut adalah setiap barang jaminan yang telah jatuh tempo dan akhirnya tidak ditebus maka pihak Pegadaian berhak melakukan lelang, dimana lelang adalah suatu bentuk penjualan barang oleh pihak Pegadaian, karena nasabah tidak dapat membayar uang pinjaman sampai pada waktu jatuh temponya telah habis, dan tak ada pemberitahuan lebih lanjut oleh pihak nasabah, maka pihak Pegadaian berhak untuk melakukan lelang atas barang yang tidak ditebus itu. Dalam proses lelang barang jaminan di Pegadaian Syariah, setiap barang jaminan gadai yang dilelang ditawarkan kepada nasabah yang lebih dulu melakukan kesepakatan dengan Pegadaian Syariah tersebut meskipun setelah kesepakatan ada nasabah yang menawar dengan harga yang lebih tinggi. Dalam Pandangan hukum islam terhadap proses lelang marhun di Perum Pegadaian syariah yang harus atau perlu diperhatikan dalam proses lelang barang jaminan yaitu mengenai syarat sah, rukun dan ketentuan umum jual beli sebagaimana telah dibahas dalam Tinjauan Umum Tentang Pegadaian.

• ANALISA PERBANDINGAN ANTARA PPH PASAL 21 DITANGGUNG OLEH KARYAWAN, DITANGGUNG OLEH PERUSAHAAN DAN YANG DIBERI TUNJANGAN PAJAK TERHADAP LAPORAN LABA/RUGI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) KANTOR WILAYAH IX JAKARTA 2
• PENYELESAIAN EKSEKUSI MARHUN (Barang Jaminan) YANG TELAH JATUH TEMPO DI PEGADAIAN SYARIAH
• PENYELESAIAN EKSEKUSI MARHUN (Barang Jaminan) YANG TELAH JATUH TEMPO DI PEGADAIAN SYARIAH
• PERSPEKTIF GADAI DAN LELANG MENURUT AKUNTANSI SYARIAH
• STRATEGI MARKETING PUBLIC RELATION PT.PEGADAIAN (PERSERO) DALAM MENARIK MINAT CALON NASABAH PADA PRODUK LOGAM MULIA DI CABANG MUARA KARANG