TINJAUAN YURIDIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA ALASAN NO POSITION (STUDI KASUS PERKARA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PUTUSAN NOMOR 80 K/PDT.SUS-PHI/2019)

Penelitian ini dilatarbelakangi hal pemutusan hubungan kerja yang adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/buruh dan Pengusaha. Dalam hal PHK merupakan jalan satu-satunya yang harus ditempuh dan diambil, maka seharusnya alasan pemutusan hubungan kerja terbatas pada ketentuan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahunn 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu alasan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Perusahaan adalah Pekerja tidak lagi produktif dan/atau tidak dapat lagi berakselerasi dengan dinamisnya perkembangan Perusahaan. Terkait hal produktif ini, didalam hubungan industrial ada teori yang menyebutkan Keadilan Produktif� yang merupakan suatu keadilan dalam hubungan-hubungan produksi antara pemilik modal dan buruh. Menurut teori ini nilai tambah tidak boleh hanya dieksploitasi oleh pemilik modal, tetapi juga perlu dibagi kepada buruh. Hal ini dapat ditempuh melalui pengalokasian sebagian saham bagi kaum buruh dan/atau kepatutan standar penggajian dan jaminan sosial karyawan, keadilan produktif adalah di mana pelakunya adalah perusahaan atau lembaga yang secara ekonomi memiliki potensi profit. Pandangan ini menyimpulkan keterlibatan bersama antara pengusaha serta pekerja dalam mensejahterakan hidupnya, pengusaha dan pekerja menanggung bersama beban yang dimilikinya serta dalam waktu yang bersamaan turut menikmati keuntungan yang diraihnya. Pada prakteknya masih terdapat potensi jenis maupun alasan pengakhiran hubungan kerja, yaitu jenis atau alasan yang tidak terdapat dalam jenis-jenis alasan pengakhiran sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan yang berlaku, sehingga perlu dicarikan jalan keluar yang terbaik. Sebagai salah satu akibat pemutusan hubungan kerja yang tidak ada alasan normatifnya adalah bahwa tidak ada posisi lagi bagi Pekerja (no position), alasan ini dapat beresiko tidak adanya keamanan bekerja atau job security, dimana Pekerja sedang normal bekerja dapat sewaktu-waktu diputuskan hubungan kerjanya oleh Perusahaan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu pendekatan dengan cara menggabungkan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Sehingga dapat diketahui apa dasar hukum dan hak kompensasi atas pemutusan hubungan kerja dengan alasan no position. Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial memutus perkara perselisihan hubungan industrial tidak semata-mata berdasarkan undangundang tertulis yang normatif, tetapi juga memperhatikan hukum (aturan tidak tertulis), perjanjian yang ada, kebiasaan, dan keadilan. Dengan pertimbangan rasa keadilan dan untuk memberikan adanya kepastian hubungan hukum serta untuk memberikan penyelesaian atas perselisihan karena No Position, Majelis Hakim menyatakan putus hubungan kerja antara Pengusaha dengan Pekerja. Sehingga dengan demikian pertimbangan Majelis Hakim atas alasan putusnya hubungan kerja antara Pengusaha dan Pekerja adalah berdasar hukum. Majelis Hakim dengan rasa keadilan menjadikan alasan No Position sama dengan PHK alasan Efisiensi, juga menggunakan dasar kebiasaan dengan memberikan tambahan kompensasi. Sehingga dengan demikian pertimbangan Majelis Hakim terhadap pemberian kompensasi pemutusan hubungan kerja No Position telah memberikan perlindungan hukum bagi Pekerja

1.  UEU-Undergraduate-25942-COVER.Image.Marked.pdf - 149 KB
2.  UEU-Undergraduate-25942-HALAMAN PENGESAHAN.Image.Marked.pdf - 148 KB
3.  UEU-Undergraduate-25942-HALAMAN PUBLIKASI.Image.Marked.pdf - 148 KB
4.  UEU-Undergraduate-25942-HALAMAN KEASLIAN.Image.Marked.pdf - 146 KB
5.  UEU-Undergraduate-25942-ABSTRAK.Image.Marked.pdf - 190 KB
6.  UEU-Undergraduate-25942-KATA PENGANTAR.Image.Marked.pdf - 122 KB
7.  UEU-Undergraduate-25942-DAFTAR ISI.Image.Marked.pdf - 155 KB
8.  UEU-Undergraduate-25942-DAFTAR PUSTAKA.Image.Marked.pdf - 215 KB
9.  UEU-Undergraduate-25942-BAB1.Image.Marked.pdf - 409 KB

• ANALISA YURIDIS PENGGUNAAN KEKUATAN ANGGOTA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN AKSI UNJUK RASA
• TINJAUAN YURIDIS PASAL 26A UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
• ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA (STUDY KASUS PUTUSAN PERKARA PIDANA NOMOR 994/PID.B/2004/PN. JAK-SEL)
• TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWENANAGAN MKRI YANG BAERSIFAT ULTRA PETITA
• TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENIPUAN AKIBAT TRANSAKSI JUAL � BELI BARANG MELALUI SARANA INTERNET
• TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN SANKSI PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN (Studi kasus Putusan No: 11/Pid.A/2007/PN.JKT.PST)
• TINJAUAN YURIDIS LEGAL STANDING PARTAI POLITIK SEBAGAI PEMOHON PHPU DI MAHKAMAH KONSTITUSI
• TINJAUAN YURIDIS PP NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PP NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DIKAITKAN DENGAN ASAS-ASAS GOOD GOVERNANCE
• TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN KLAIM ASURANSI ATAS KREDIT USAHA RAKYAT YANG MACET DI PT. ASURANSI KREDIT INDONESIA ( ASKRINDO )
• ANALISIS YURIDIS KEKUATAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DITINJAU DARI KUHAP DAN UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (STUDI KASUS PERKARA NO. 1190/PID.B/2010/PN.TNG)